FEATURED POST THIS WEEK:

Zeke dan Singa Putih (Part 2 of 3)



“Ini terlalu mengerikan! Itu pasti suara monster! Kita akan mati!” kata salah seorang warga dengan histeris.

“Tidak itu pasti hanya binatang buas.”, balas warga lainnya.

“Tapi binatang buas macam apa yang bisa mengeluarkan suara seperti itu? Kalau memang itu binatang buas, kita tidak akan tahu kapan dia akan menyerang kota ini untuk mencari mangsa!”.

Seisi ruangan penuh dengan suara perdebatan. Banyak warga yang berpikir untuk segera kabur dan meninggalkan kota ini. Ruangan balai kota dipenuhi aroma ketakutan dan kepanikan. Penasehat wali kota bergerak mendekat dan berbisik kepada wali kota. Wali kota mencoba untuk menjalankan tugasnya sebagai wali kota ini.

“Malam ini, aku akan mengutus sekelompok prajurit untuk menginvestigasi sumber suara tersebut! Untuk sementara, kita tenang disini dan mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan terburuk.”

Sekelompok prajurit bersenjata lengkap dengan pedang dan perisai bersiap di pintu gerbang kota. Kelompok prajurit ini dipimpin oleh seorang kapten yang terlihat gagah dan garang. Mereka berangkat menembus gelapnya malam berbekal obor dan senjata mereka. Suara auman tersebut sesekali terdengar. Mereka mengikuti suara tersebut dan mengarah ke hutan yang ada di luar perbatasan jalan menuju ke kota.

Zeke ternyata mengendap-ngendap mengikuti mereka dari belakang. Rasa penasarannya begitu kuat hingga dia tidak begitu memperdulikan bahaya apa pun yang mungkin akan dia temui. Zeke mengikuti kelompok prajurit tersebut hingga masuk ke dalam hutan. Hutan yang gelap ini membuat jarak pandang menjadi sangat pendek. Zeke hanya bisa mengikuti cahaya dari obor yang dibawa oleh para prajurit.

Mendadak terdengar suara auman yang sangat keras dari mahkluk itu. Zeke hanya bisa mengintip dari balik pohon. Para prajurit yang tadinya berangkat dengan gagah berani, kini membuang senjata mereka dan melarikan diri seperti baru melihat hantu. Ini membuat Zeke semakin ragu untuk maju. Suasana kembali hening. Zeke sendirian dan tidak tahu jelas apa yang barusan terjadi. Zeke memungut sebilah pedang pendek yang dijatuhkan oleh salah satu prajurit tadi. Dia memberanikan diri untuk memeriksa apa yang sebenarnya ada di sana.

Zeke terus bergerak maju, mengendap-ngendap sambil memperhatikan sekitarnya. Mendadak dari sudut kegelapan, terdengar nafas yang berat dan nyaring. Suara nafas yang terdengar seperti suara hewan yang sangat besar. Suara itu menjadi lebih stabil dan pelan. Seekor singa raksasa berbulu putih dengan perlahan berjalan keluar dari kegelapan. Singa itu nyaris 3 kali lipat lebih tinggi dari Zeke. Matanya tajam dan terlihat waspada. Singa berbulu putih itu berjalan kesamping mengitari Zeke. Mahkluk itu terlihat seperti siap menyerang kapan saja. Zeke ketakutan dan tidak mampu bereaksi. Namun dengan segenap nyali dan tenanganya yang masih tersisa, Zeke berusaha untuk menghentikan gemetar dilututnya dan mencoba bernafas lebih tenang. Zeke merasa bisa selamat dari situasi ini bila ia tetap tenang dan tidak melakukan gerakan yang tiba-tiba.

Singa itu memperhatikan Zeke dengan tatapan waspada. Mata singa itu tertuju pada pedang yang ada di tangan Zeke lalu menggeram seperti mengancam Zeke. Melihat perilaku singa itu, Zeke berpikir bahwa mungkin pedang ini membuat dirinya terlihat seperti akan menyakiti singa itu. Ini adalah pertarungan bunuh diri bagi Zeke. Instingnya menyuruhnya untuk meletakkan pedang tersebut di tanah dengan perlahan. Kini Zeke tidak punya apapun untuk membela dirinya dan terlihat seperti mangsa yang empuk bagi si singa berbulu putih.

Singa itu terlihat sedikit lebih tenang namun tetap waspada. Zeke memperhatikan dengan seksama dan menemukan bahwa Singa itu berjalan pincang. Kaki depannya yang sebelah kiri terlihat tidak bisa menapak dengan benar. Mendadak singa itu menjadi lemas. Singa berbulu putih itu tumbang. Dari kaki depannya yang sebelah kiri terlihat sebuah paku berukuran sedang tertancap di tapak kakinya. Singa itu terlihat tidak berkutik.

“Apa yang terjadi padamu? Mahkluk sebesar dirimu kalah karena benda sekecil ini. Apa kau kelaparan? Kau tidak bisa berburu karena paku ini?”, tanya Zeke pada Singa itu. Singa itu hanya mengaum dengan suara pelan.

“Ya tentu saja. Kau adalah seekor singa raksasa dan aku orang bodoh yang mencoba berbicara pada singa raksasa.”, celoteh Zeke.

Zeke mengelus bulu putih Singa itu dengan perlahan. Bulu singa itu halus dan terlihat sangat indah. Sejenak Zeke terlihat mengagumi keindahannya. Belaian Zeke membuat Singa berbulu putih terlihat lebih tenang.

“Ku rasa kau perlu tenaga tambahan sebelum aku mencabut paku itu dari kakimu. Tunggulah disini dan jangan bersuara. Kau membuat seisi kota panik dan ketakutan.”
Zeke bangkit dan segera berlari ke arah kota. Pintu gerbang kota tertutup rapat begitu Zeke sampai. Warga semakin ketakutan saat melihat para prajurit yang dikirimkan pulang dalam keadaan yang memalukan. Bahkan beberapa diantara mereka kabur dan tidak kembali ke kota karena tidak mau menanggung malu.


Zeke terpaksa berlari mengitari tembok perbatasan kota untuk mencapai perternakannya. Begitu tiba, Zeke masuk ke dalam gudang penyimpanan makanan dan mengambil 3 potong daging asap berukuran besar. Zeke kemudian belari kembali ke arah hutan. Namun dalam perjalanan, ia melihat lebih dari separuh warga kota beramai-ramai dengan senjata seadanya dan obor berjalan menuju ke arah tempat Singa itu berada. Zeke menambah kecepatan larinya untuk mencapai Singa itu mendahului warga kota lainnya. 

(Continue to part 3)

Comments

Contact Me!

Name

Email *

Message *