FEATURED POST THIS WEEK:

Episode 3 : A Bad Decision (JUDGEMENT series)

Menghancurkan mayat hingga menjadi serpihan-serpihan daging kecil dengan ledakan seperti daging cincang panggang bukanlah ide yang buruk. Salah satu solusi yang mungkin akan membuat hidupku sedikit lebih tenang. Namun ide itu terlalu absurd untuk dijalani. Dan lagi pula,
               “Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau malah mau terlibat? Kau tahu aku bisa membunuhmu kapan saja bukan? Apa maumu?”, tanyaku pada Lucius sambil menyetir.
               “Oh, Jack! Tenang saja! Aku hanya ingin bersenang-senang karena aku sedang liburan dan kebetulan kau adalah salah satu orang menarik yang ingin kutemui!”, jawab Lucius dengan bersemangat.
               “Bersenang-senang? Bagian mana dari semua ini yang kau sebut bersenang-senang? Tunggu dulu… Dari mana kau tahu namaku? Siapa kau sebenarnya?” tanyaku curiga.
               “Oh, semua orang dari tempat asalku tahu namamu! Aku salah satu penggemar beratmu! Dan tadi aku sudah memperkenalkan diriku bukan? Apa kau lupa?” jawab Lucius.
               Aku meminggirkan mobil ke tepi jalan. Aku meraih pistolku dari bawah jok dan menodongkannya sekali lagi kepada Lucius. “Jawab aku. Siapa kau sebenarnya?”.
               “Ohh, ayolah Jack. Kau sudah mencobanya tadi. Sebaiknya kau simpan pelurumu untuk hal yang lebih penting.”,
               Aku memandang dahinya yang mulus bersih tanpa bekas. Aku masih tidak bisa menemukan jawaban bagaimana dia bisa selamat dari tembakan di kepala. Aku sangat yakin bahwa tadi aku menembaknya dan aku tidak mungkin meleset dari jarak sedekat itu. Aku tidak paham trik apa yang dia lakukan tadi.
               “Sudahlah! Sebaiknya sekarang kau letakkan pistol itu dan mulai menyetir lagi. Tak jauh dari sini ada sebuah gudang senjata yang tidak banyak diketahui orang. Kita bisa menggunakan bahan peledak yang ada di dalamnya untuk meledakkan mayat si polisi sehingga ibunya sendiri pun tidak akan bisa mengenalinya! Ya, kecuali ibunya pernah mengamati serpihan daging anaknya dengan seksama. Tapi tenang saja! Aku kenal ibunya! Ibunya memang...”,
               “Diam! Tutup mulutmu! Satu kata saja yang keluar dari mulutmu, aku akan memastikan trikmu sebelumnya tidak akan berhasil dan otakmu tidak akan bisa kau gunakan lagi untuk merangkai kata-kata tersebut.”, tegasku sambil menempelkan ujung pistolku ke pelipisnya.
               Lucius menutup mulutnya seperti anak kecil yang baru saja dimarahi ibunya karena berkata kasar. Aku kembali menyetir sambil menodong Lucius. Tak lama aku menyetir, aku melihat bayangan sebuah bangunan gudang berukuran sedang di balik pepohonan. Aku tahu jalan ini. Aku tidak pernah melihat bangunan itu sebelumnya. Mungkin aku tidak memperhatikan, namun keberadaan bangunan itu terasa sangat aneh bagiku. Aku yakin bangunan itu tidak pernah ada sebelumnya. Bisa jadi ini adalah salah satu trik Lucius.
               “Itu dia gudangnya!”, kata Lucius dengan semangat seperti seorang anak kecil yang melihat toko mainan dihari ulang tahunnya. Aku mengarahkan pistolku kembali kepadanya. Lucius langsung menutup mulutnya lagi, lalu menunjuk-nunjuk bangunan tersebut. Dari samping bangunan itu terlihat sangat sepi dan terbengkalai. Meskipun aku ragu, namun aku memutuskan untuk berbelok ke arah bangunan tersebut. Bila ternyata benar bangunan itu adalah gudang senjata, di dalamnya mungkin ada beberapa pucuk senjata yang bisa aku ambil dan bisa kujual untuk modalku memulai hidup baru yang lebih tenang. Aku tiba di depan pintu bangunan tersebut. Pintu ganda berukuran sedang tersebut tidak dijaga siapapun kecuali sebuah rantai tebal dengan gembok besar yang mengait di gagangnya. Bagus sekali. Sekarang aku harus menemukan cara agar bisa masuk ke dalam.
               Lucius merogoh kantong jasnya dan mengeluarkan sebuah kunci berwarna emas. “Selamat datang di tempatku!”. Aku heran sekaligus curiga. Orang aneh macam apa Lucius sebenarnya. Dia pasti sangat kaya dan berkuasa untuk memiliki gudang senjata di tempat seperti ini. Lucius turun dari mobil dan berjalan menuju pintu utama gudang tersebut. Aku mengikutinya dari belakang. Dia membuka pintu gudang itu dan terlihat banyak kotak kayu dengan beberapa pucuk AK-47 yang menonjol keluar. Terlihat juga beberapa kotak dengan granat yang tertata rapi diatas jerami di dalamnya. Gudang ini benar-benar penuh dengan berbagai senjata dan bahan peledak.
Aku mendapat sebuah ide brilian yang mungkin bisa menyelesaikan masalahku. Aku bisa meledakkan mayat polisi ini bersama dengan Lucius dan gudang senjatanya. Mayat itu hilang bersama dengan satu-satunya saksi mata. Dilema menyerangku. Di satu sisi, aku perlu menyelesaikan masalahku dan solusi yang sangat nyata ada berada di depan mataku. Di sisi lain, aku merasa sangat jahat terhadap Lucius walaupun aku baru saja mengenalnya dan juga curiga terhadapnya. Bisa saja dia benar-benar hanya ingin membantuku. Pilihannya adalah antara meledakkan semua yang kutemukan hari ini, atau mencari cara lain untuk menyingkirkan mayat polisi mesum ini. Aku berpikir keras sambil memandang Lucius yang masih berdiri memandangiku sembari tersenyum.
“Bagaimana menurutmu? Koleksiku cukup untuk membuat Irak menang beberapa kali pertempuran melawan Amerika Serikat. Jadi bagaimana kita akan meledakkan mayat polisi itu? Granat? C4? Ranjau? Aku rasa kita perlu kombinasi antara C4 dan beberapa ranjau untuk membuat mayatnya menjadi serpihan-serpihan kecil.”, Lucius berkata.
Perkataannya membuatku semakin yakin bahwa Lucius hanya orang kaya gila yang sangat kekurangan hiburan. Tetapi perkataannya membuatku berpikir juga bahwa dia sudah pernah melakukan ini sebelumnya. Bahkan mungkin dia pernah melakukan hal yang lebih dari ini. Meskipun sedikit tidak masuk akal, tetapi setiap kata-kata yang dia keluarkan dari mulutnya terdengar sangat meyakinkan dan menggoda untuk diikuti. Aku tidak tahu apa itu karena cara bicaranya, nada suaranya atau karena memang saat ini apa yang dikatakan oleh Lucius merupakan solusi terbaik untuk masalahku. Ini terasa seperti terlalu mudah.
“Baiklah! Ayo keluarkan mayatnya sementara aku akan mempersiapkan pesta kembang api yang paling meriah dan keren!”, Lucius bersorak sambil membuka sebuah kotak kayu kecil, mengeluarkan dua gelas kaca dan sebotol champagne. Aku semakin tidak mengerti dengan keanehan orang ini. Aku mencoba mengalihkan pikiranku ke arah tujuan utamaku. Di dalam bagasi mobil itu, ada mayat yang sedang menunggu untuk dimusnahkan. Aku membuka bagasi mobil dan bau amis darah terasa sangat menyengat. Meskipun aku sudah pernah berurusan dengan orang mati sebelumnya, namun mayat polisi ini membuatku sangat mual. Mungkin tidak akan pernah ada mayat yang bisa diurusi dengan kenyamanan. Aku menyeret tubuh besar itu dan membawanya ke dalam gudang. Aku tahu ini adalah keputusan yang bodoh. Meledakkan mayat. Orang bodoh mana yang akan melakukan itu? Jawabannya adalah aku seorang lelaki yang nyaris diperkosa oleh polisi homoseksual dan Lucius, seorang pria aneh yang menyebut hal ini sebagai pesta dan hal yang menyenangkan.
Lucius memberikan 2 bongkah peledak C4 dan sebuah granat, “Tempel ini di badannya lalu kita menjauh dan lempar granat ini. Ditambah dengan bom lain di dalam kotak, mayatnya pasti akan hancur hilang bersama dengan gudang ini!”

(to be continued)

Baca Episode sebelumnya disini!
Baca dari Episode 1 disini!

Comments

Contact Me!

Name

Email *

Message *